JAKARTA,suaramerdeka-jakarta.com-Kain adat merupakan bagian dari tradisi, mereka meng-ekspresikan identitas suatu budaya, menciptakan peluang dan men-transmisikan budaya.
Textile traditional bukan hanya sekedar kain mereka mengartikulasikan tradisi dan identitas yang terus menerus diingat. Sayangnya pada saat ini banyak dari kerajinan tangan traditional ini sudah mulai hilang.
Namun masih ada beberapa masyarakat yang berada jauh didalam hutan Sumatra Barat, Indonesia, dimana para perempuan berjuang untuk menjadikan tradisi ini tetap hidup.
Para perempuan disini dengan bangga menghidupkan kembali tradisi - tradisi ini dan membuat sebuah cerita baru untuk desa mereka yang terpencil, yaitu Jorong Pamasihan, Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Para perempuan didesa ini telah melestarikan seni songket melalui teknik tenun menggunakan tangan dengan motif yang telah diturunkan dari generasi ke generasi sehingga menghasilkan tekstil yang terkenal dikalangan international.
Terlepas dari ketersediaan kain pabrik, para pengrajin tekstil di Lintau telah kembali ke praktik traditional, yaitu dengan melanjutkan proses pewarnaan kain yang ramah lingkungan.
Mereka memanfaatkan bahan-bahan alami yang tersedia di hutan seperti tanaman, biji-bijian dan kayu. Menggunakaan pewarna alami ini sangat ramah lingkungan, mengandung anti oxidants, dan menghasilkan warna yang lebih intens dan unik.
Tanaman seperti Indigovera, mahoni, dan daun ketaping dapat dengan mudah ditemukan disekitar mereka, dan dapat digunakan sebagai bahan utama pewarnaan alami.
Praktik-praktik bertenun dengan pewarna alami oleh kelompok-kelompok perempuan penenun tersebut di atas, diinisiasi oleh Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) tahun 2013.
"Inisiasi pengembangan tenun pewarna alami ini juga dilakukan nagari lain di Lintau, yakni Nagari Lubuak Jantan dan juga di Kota Sawahlunto" kata Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat - Padang, Ramadhaniati, minggu (20/2).
Menurut Ramadhaniati, berbagai capaian lain juga telah terlihat, seperti: peningkatan keterampilan teknis usaha dan kepemimpinan perempuan pada anggota kelompok yang memiliki usaha, perempuan penenun telah mengadopsi praktik-praktik produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, terjadi peningkatan 50% penjualan dari kain tenun tangan ramah lingkungan, dll.
Namun, upaya untuk mencapai peningkatan ekonomi dari hasil tenun, tentu tidak cukup sampai disitu.
Perlu upaya-upaya lain agar tenun warna alami terus berkelanjutan, seperti pemasaran, pengembangan produk agar menyesuaikan dengan kondisi jaman serta untuk mempertahankan praktik tenun tradisional Minang, termasuk untuk membuat helain kain pewarnaan alami dengan motif khusus lokal.
Salah satu strategi untuk promosi dan edukasi publik agar terjadi meningkatan penjualan tenun pewarna alami tersebut, maka Limpapeh Handmade yang merupakan brand dari unit bisnis LP2M bekerjasama dengan Air Asia Fundation Malaysia melakukan pembuatan sebuah video dokumenter yang digarap oleh seorang Film Maker bernama Randy F Darius.
Pembuatan video dilakukan pada tahun 2019 di Jorong Pamasihan, Lintau Buo Utara. Menurut Film Maker bernama Randy F Darius, tujuan dari pembuatan video dokumenter ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melestarikan seni budaya songket, dengan sistem pewarnaan alami yang sangat ramah lingkungan sehingga praktik kerajinan seni ini tidak punah.
Proses pembuatan video berlangsung selama 3 hari, kelompok perempuan penenun dan masyarakat di sana sangat terbuka, sehingga terjadi kerja sama yang sangat baik saat proses pembuatan video.
" Video ini mengabadikan proses pembuatan kain songket dari tahap ke tahap, dan menjelaskan bagaimana textile traditional ini merupakan bagian dari tradisi dan budaya Lintau Buo Utara" ujar Randy.
Video dokumenter ini diapresiasi oleh Festival Film Internasional Milano dan Chicago pada tahun 2021 dan 2022.
Video documenter ini menjadi Nominasi “The Best Green Fashion Film” di Festival Film Internasional Milano. Dua Festival Film tersebut merupakan event Internasional dengan entry dari seluruh dunia.
LP2M berharap, semoga dengan masuknya kedua video dokumenter ini dalam ajang festival film internasional, tenunan pewarna alami dari Lintau khususnya dan Ranah Minang umumnya mendapat tempat di hati warga dunia sehingga berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi perempuan penenun dan masyarakat miskin.***